Laman

Senin, 18 April 2011

persepsi manusia dan tuhan

Persepsi Manusia dan Tuhan
Oleh Nasbahry Couto
“Orang Padang pintar dagang, orang Pasundan pintar dandan, orang Jawa jaga wibawa, orang Medan memang edan"

Kata saya: “si Gayus yang orang Medan itu memang edan, jika dia terbukti mengkorup uang negara”. Ungkapan diatas adalah sebuah persepsi yang berasal dari kultur Sunda. Istri saya memang orang Bandung, yang kalau kesal terucap juga ungkapan seperti ini olehnya. Memang orang Bandung yang saya kenal memiliki kebudayaan “ lunak”, tetapi bukan berarti tidak keras, dari pengalaman yang saya alami banyak konflik sosial yang mencuat dari sana ketimbang daerah lain Orang Padang memang memiliki akar rumput “budaya konflik, tetapi dalam kehidupan ini mereka memiliki kesadaran yang sosial yang tinggi dan serius menghadapi hidup. Lalu apa hubungan antara topik artikel ini dengan ungkapan diatas ?
Sewaktu saya menulis tentang teori dan aplikasi persepsi pada desain komunikasi visual, saya mengambil kesimpulan bahwa persepsi manusia secara personal sangat manusiawi, beragam dan kadang-kadang kelihatan mentah. Sebab persepsi personal manusia dilandasi oleh skemata pengalaman yang beragam. Pembicaraan tentang seni dan desain memang adalah suatu usaha untuk membuat dan memprediksi kehidupan manusia itu lebih baik. Namun dibalik itu, selalu saja ada celah untuk mengatakan bahwa kehidupan seniman dan desainer itu sendiri bisa tidak menjadi baik. Timbul pertanyaan, adakah format lain dan uraian yang berbeda tentang persepsi ini yang mungkin menarik untuk dibahas? Kemudian saya bertanya kepada H. Drs. Tarmizi Firdaus tentang teori persepsi menurut agama Islam. Mulanya dia kebingungan karena mungkin tidak familiar dengan istilah persepsi. Tetapi akhirnya saya dapat jawaban juga. Keraguan ini membuat saya memberanikan diri untuk membahas ini.

Persepsi Menurut Agama, Sosial dan Budaya
Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai sa¬lah satu aspek persepsi, tetapi juga mem¬pengaruhi persepsi kita secara keseluru¬han, teru¬tama penafsiran atas suatu rangsangan. Agama, ideologi, tingkat eko¬nomi, peker¬jaan, dan cita rasa sebagai faktor – faktor internal jelas mempenga¬ruhi persepsi se¬seorang terhadap realitas. Umumnya persepsi itu terkait oleh budaya (cul¬ture–bound). Kelompok–kelompok budaya sering berbeda dalam mem¬persepsikan sesuatu. Misalnya, orang Jepang berpandangan bahwa kege¬maran berbicara adalah kedangkalan, sedangkan orang Amerika berpandangan bahwa mengutara¬kan pendapat secara terbuka adalah hal yang baik.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991) dalam Mulyana (2005:197) mengemukakan enam unsur bu¬daya yang secara langsung mempengaruhi persepsi seseorang dan ketika berko¬muni¬kasi dengan orang dari budaya lain, yaitu berikut ini.
(a) Kepercayaan (beliefs), nilai (values), sikap (attitude),
(b) Pandangan terhadap dunia (world view),
(c) Organisasi sosial (social organization),
(d) Tabiat manusia (human nature),
(e) Orientasi kegiatan (activity orientation),
(f) Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and other).

Keindahan Persepsi estetik yang berasal dari teori ini didasari cultural motivated dan dapat digali dari budaya sendiri. Hal ini tentu sejalan dengan pendapat bahwa budaya dan seni Indonesia (kita) yang paling baik dan indah menurut pendapat sendiri, yang bila divisualisasikan ke dalam karya desain akan bernilai bernilai estetik pula (menurut persepsi kita).

Dari semua yang dikemukakan Samover di atas, menurut penulis ada dua unsur yang dapat mewakili ke tujuh unsur tersebut di atas yaitu: (1) kepercayaan yang dapat mewakili pandangan terhadap dunia dan keagamaan, (2) orientasi kegiatan yang dapat mewakili tabiat manusia dan organisasi sosial.

Persepsi tentang Seni dan Desain menurut Agama
Terdapat dualisme pandangan tentang agama dan seni, dan tentu saja juga termasuk kawasan seni dan desain. Pendapat pertama mengatakan bahwa seni tidak ada kaitannya dengan agama dan sebaliknya agama tidak ada kaitannya sama sekali dengan seni. Keduanya dianggap saling terpisah dan sudah berdiri sendiri.
Kedua golongan ini menurut Fuadi, dkk., (2008) sebenarnya tanpa disadari sudah terjebak kedalam faham sekuler (sekularisme). Pandangan semacam ini agaknya terlalu sederhana. Anggapan bahwa seni tidak ada kaitannya dengan agama dapat di duga muncul karena terbatasnya pengetahuan tentang agama (maksudnya Islam). Dan anggapan sebaliknya bahwa agama (Islam) tidak ada kaitannya dengan seni dapat pula di duga muncul karena kedangkalan pemahamannya tentang Islam sekaligus keterbatasan wawasan tentang seni dan desain itu sendiri.
Bila ditelusuri ajaran Islam yang berpangkal dari Al-Quran dan Hadis, akan ditemukan pada kedua sumber tersebut adanya pernyataan-pernyataan dasar tentang keindahan dan dorongan kepada kebersihan, kerapian dan keindahan. Dalam Islam, antara keindahan dan kebaikan memang berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Keindahan yang dinilai atau di hargai adalah keindahan yang berpadu dengan kebaikan. Menurut Gazalba (1988:64), Islam mengakui keindahan yang mengandung moral dan menolak keindahan tanpa moral. Sedangkan kebaikan itu mesti pula berpadu dengan kebenaran. Suatu masalah yang dinilai baik oleh suatu masyarakat mungkin dinilai buruk lain jika tidak terdapat perpaduan antara keindahan, kebaikan dan kebenaran. Nilai yang benar adalah nilai yang digariskan yang Maha Benar yaitu Allah.
Dengan demikian, antara kebaikan, kebenaran dan keindahan terdapat sebuah perpaduan yang saling mengisi satu sama lain. Islam menolak anggapan bahwa seni adalah untuk seni yang tidak perlu dicampuradukkan dengan masalah moral. Karena itu sebuah pertunjukan seni yang hanya mementingkan keindahan tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan agama tidak dapat diterima sebagai seni islami. Misalnya, pertujukan dengan alasan seni mempertontonkan aurat (pornoaksi) dan menayangkan gambar-gambar sensual (pornografi) yang biasa merangsang nafsu birahi.
Seni dan desain yang Islami adalah seni dan desain yang mempertimbangkan nilai-nilai moral, etika dan agama serta bertujuan untuk mendekatkan manusia kepada yang Maha Pencipta. Dalam alquran disebutkan bahwa, persepsi manusia itu bisa keliru dalam melihat kebendaan dan dunia ini. Setelah saya mencari-cari dan bertanya kesana-sini maka dapat beberapa keterangan sebagai berikut ini
1.Tuhan tidak melarang untuk berkreasi dalam seni dan Desain, namun apa yang telah dicapai oleh manusia itu adalah tanda kebesaran Tuhan.
Hal ini terungkap dari keterangan berikut ini
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat (Surat Al Araaf, 7:26).
2.Terlalu memuja Keindahan bisa menyesatkan
Hal ini terungkap dari keterangan berikut ini
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas (Surat Al Baqarah, 2:12).
3. Harta, rupa dan Bentuk yang tampak itu tidak Kekal, ciptaan Tuhan yang paling baik dan kekal yaitu surga
Hal ini terungkap dari keterangan berikut ini
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir (Surat Yunus, 10:24).
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Surat Ali Imran, 3:14).
4. Manusia dan Tuhan memiliki persepsi yang berbeda
Hal ini terungkap dari keterangan berikut ini
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?. Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada (Surat Al Hajj, ayat 22:46).
Kesimpulan
Dari pandangan agama Islam yang bersumber dari alquran dapat kita simpulkan bahwa apa yang dapat dibuat menarik manusia dalam desain dan seni sebaiknya tidak menyesatkan manusia lain karena ini dapat termasuk perbuatan setan.

Persepsi manusia tentang sesuatu bisa berbeda-beda, tetapi persepsi Tuhan hanyalah satu, bahwa manusia harus tunduk pada aturan-aturan yang telah dibuatnyaHal ini terungkap dari keterangan berikut ini
Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian ) kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya) (Surat Al An’ Naam, 6: 65).
Tulisan ini tidak jarang juga akan menimbulkan polemik baru, yaitu bagaimana jika Tuhan itu ternyata juga tidak bisa dipersepsikan oleh manusia. Tentu saja topik ini bisa menjadi PR bagi penceramah di rumah ibadah.

Keterangan
Ungkapan diatas berumber dari istri penulis, yang merupakan streotip terhadap keragaman sikap suku lain menurut versi orang Sunda.
Gayus Tambunan menjadi top, sekitar tahun 2010 di Indonesia karena menjadi milyarder melalui pekerjaannya sebagai pegawai negeri
Mengenai Persepsi menurut sosial dan budaya Lih. Karangan Mulyana (2005)
Mengenai ayat-ayat Alquran di atas saya banyak dibantu oleh H. Tarmizi Firdaus, beliau adalah Ustaz yang terkenal di Jakarta, yang juga lulusan Seni Rupa ITB Bandung (1975) dan dosen luar biasa di IKJ Jakarta.

Ulat bulu kelihatan indah tapi kadang bisa menyakitkan.
dikutip dari http://visualheritageblog.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar